Batam – Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau (PT Kepri) akhirnya putuskan kasus Kompol Satria Nanda, mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim banding atas perkara penyisihan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu, (5/8/2025).

Persidangan dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Ahmad Shalihin, dengan hakim anggota Bagus Irawan dan Priyanto Lumban Radja.

Disampaikan Priyanto, “Untuk terdakwa Satria Nanda selaku mantan kasatresnarkoba, majelis hakim banding memutuskan mengubah putusan Pengadilan Negeri Batam dari pidana seumur hidup menjadi pidana mati,” ujarnya.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Batam pada 4 Juni 2025 memvonis Satria Nanda dengan hukuman penjara seumur hidup. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut pidana mati. Namun, melalui proses banding, majelis hakim PT Kepri menilai peran Satria Nanda sangat krusial dalam tindak pidana tersebut.

Priyanto menjelaskan, perubahan vonis menjadi pidana mati juga mempertimbangkan posisi Satria sebagai Kasat Narkoba yang memiliki otoritas dan tanggung jawab mencegah terjadinya kejahatan tersebut.

“Sebagai kasat, dia punya kebijakan. Seharusnya dia bisa mencegah atau membatalkan tindakan tersebut. Tapi dia tidak melakukan itu,” tegas Priyanto, yang juga merupakan juru bicara Pengadilan Tinggi Kepri.

Putusan pidana mati juga dijatuhkan kepada Shigit Sarwo Edhi, mantan Kanit I Satresnarkoba Polresta Barelang, dalam perkara yang sama. Keduanya dinilai majelis hakim memiliki tanggung jawab besar dalam praktik penyisihan barang bukti sabu.

Pada hari yang sama, majelis hakim juga membacakan vonis terhadap sejumlah terdakwa lain dalam kasus serupa:

  • Junaidi Gunawan, Aryanto, Jaka Surya, Wan Rahmat Kurniawan, dan Alex Candra divonis seumur hidup, dikuatkan oleh PT Kepri.
  • Zulkifli Simanjuntak (kurir), divonis 20 tahun penjara, tidak berubah dari putusan PN Batam.
  • Azis Martua Siregar (mantan anggota Brimob Polda Kepri), divonis diubah dari 13 tahun menjadi 20 tahun penjara karena status sebagai residivis.

“Azis saat itu sedang menjalani hukuman kasus narkoba lain. Karena itu, majelis mempertimbangkan pemberatan hukuman,” jelas Priyanto.

Kasus ini mencoreng nama institusi dan menjadi sorotan publik, terutama karena melibatkan aparat penegak hukum yang justru menyalahgunakan wewenang dalam pemberantasan narkotika. (red)