[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Pekanbaru, 28 Agustus 2025 — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau mengingatkan Pemerintah Kota Pekanbaru agar lebih serius dalam menyusun kebijakan pembatasan plastik sekali pakai. Organisasi ini menilai kebijakan larangan kantong plastik saja belum menjawab persoalan sampah plastik sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 262/Pdt.G/2021/PN Pbr.

Putusan tersebut mewajibkan pemerintah kota untuk segera menerbitkan peraturan kepala daerah mengenai pembatasan plastik sekali pakai di toko, ritel, usaha modern, serta menyediakan fasilitas pembatasan di tingkat UMKM dan komunitas. Selain itu, pemerintah juga diminta memperkuat pengelolaan daur ulang dan pemanfaatan sampah.

Majelis hakim dalam putusannya menekankan tiga hal penting:

  1. Penerbitan kebijakan pembatasan plastik sekali pakai.

  2. Pelaksanaan langkah konkret agar pengelolaan sampah berlangsung baik.

  3. Penyediaan alokasi anggaran memadai yang direncanakan efektif dan efisien.

Manajer Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim WALHI Riau, Ahlul Fadli, menyebutkan bahwa Pemkot Pekanbaru sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Wali Kota Nomor 6 Tahun 2023 tentang pembatasan kantong plastik sekali pakai. Namun, aturan tersebut dinilai tidak sejalan dengan amar putusan pengadilan karena hanya mencakup satu jenis plastik.

“Pembatasan hanya pada kantong plastik tidak akan signifikan mengurangi timbunan sampah. Plastik sekali pakai mencakup berbagai bentuk seperti kantong, sedotan, styrofoam, sachet, hingga microbeads. Banyak di antaranya mengandung bahan berbahaya seperti phthalate, BPA, vinyl klorida, dan butadiene yang bisa memicu gangguan kesehatan hingga pencemaran mikroplastik di udara, air, dan makanan,” tegas Ahlul.

Ia menambahkan, kebijakan yang lebih luas dapat menekan produksi plastik sulit daur ulang seperti sachet, sekaligus mendorong transisi ke sistem guna ulang (reuse) dan desain ulang kemasan. Perusahaan barang konsumsi cepat (FMCG) menurutnya harus ikut bertanggung jawab melalui penyediaan produk dalam kemasan isi ulang (refill station) atau pembelian secara bulk.

Selain itu, WALHI juga mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada skema pengelolaan sampah menjadi energi listrik. “Proses insinerasi justru berpotensi menghasilkan emisi berbahaya seperti dioksin dan furan yang memperparah krisis iklim,” tutup Ahlul.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]