Pekanbaru, 7 Oktober 2025 – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau mendesak Kementerian Kehutanan (Kemenhut) segera mengevaluasi, bahkan mencabut izin operasional PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Sejak mulai beroperasi di Riau pada 2007, perusahaan ini dinilai telah menimbulkan berbagai persoalan serius, mulai dari kerusakan lingkungan hingga konflik sosial di sejumlah wilayah.

Berdasarkan hasil pantauan dan analisis spasial WALHI Riau periode November 2023 hingga September 2025, PT SRL disebut menjadi sumber konflik lahan di Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Meranti, dan Indragiri Hilir. Laporan itu juga menemukan adanya kebakaran berulang di area konsesi, kerusakan ekosistem gambut, serta ketidakpatuhan terhadap kewajiban restorasi lahan gambut.

WALHI menyebut berbagai pelanggaran ini memperparah kerentanan ekologi di Pulau Rupat dan Pulau Rangsang yang termasuk kategori pulau kecil. Selain kerusakan lingkungan, perusahaan tersebut juga diduga melakukan pelanggaran ketenagakerjaan serta kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama di Blok IV Pulau Rupat.

Warga Klaim Perampasan Lahan

Solikhin, warga Desa Batu Panjang, Pulau Rupat, menuturkan bahwa PT SRL telah merampas ruang hidup masyarakat. Ia menyebut, tanpa sepengetahuan warga, lahan seluas ±1.359 hektare yang telah dikelola sejak 1990 diklaim sebagai areal kerja perusahaan.

“Sebelum PT SRL datang, masyarakat sudah lebih dulu mengelola lahan tersebut melalui tiga kelompok tani dengan tanaman karet, palawija, dan sawit. Tapi tahun 2023, kebun kami justru dirampas,” ujar Solikhin.
Ia menambahkan, penetapan wilayah itu sebagai kawasan hutan dilakukan tanpa keterlibatan warga, sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 dan SK Menteri LHK Nomor 6612 Tahun 2021.

WALHI: Cabut Izin PT SRL

Rezki Andika, Staf Kajian WALHI Riau, menegaskan bahwa izin PT SRL selayaknya dicabut. Ia menilai, operasional perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 dan UU Nomor 11 Tahun 2020.

“Janji Presiden Prabowo untuk menjaga hutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat harus diwujudkan. Salah satunya dengan mencabut izin PT SRL dan mengembalikan lahan masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial (PS) atau Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),” tegas Rezki.