Kuansing – Bau menyengat kerap menghantui warga Desa Logas Hilir, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Aroma tak sedap itu diduga berasal dari limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Pancaran Cahaya Sejati (PCS) yang berdiri hanya sepelemparan batu dari permukiman dan sekolah. Namun, masalah yang mencuat ternyata bukan sekadar bau limbah, melainkan juga persoalan izin, tata ruang, hingga dugaan manipulasi data.

Persetujuan Warga yang Dipertanyakan

Seorang warga mengungkapkan, awal mula perusahaan datang ke Logas Hilir hanyalah untuk bersilaturahmi. Pertemuan itu dihadiri kepala desa, BPD, tokoh agama, adat, pemuda, dan masyarakat. Namun, menurutnya, tak pernah ada pembahasan tentang persetujuan masyarakat untuk pembangunan PKS.

“Dalam pertemuan itu tidak pernah dibahas soal persetujuan masyarakat. Tapi, berita acaranya dibuat seolah-olah masyarakat menyetujui. Tanda tangan di daftar hadir itulah yang dijadikan bukti,” ujarnya.

Jika benar demikian, tanda tangan daftar hadir pertemuan biasa bisa saja dimanipulasi menjadi legitimasi untuk mengantongi izin lingkungan. Padahal, regulasi mewajibkan adanya AMDAL atau UKL-UPL, yang melibatkan konsultasi publik dan kajian dampak lingkungan.

Menyalahi Tata Ruang?

Keberadaan pabrik ini semakin dipertanyakan karena letaknya berdampingan langsung dengan rumah warga dan sekolah. Dalam prinsip penataan ruang, kawasan industri semestinya jauh dari pemukiman padat maupun fasilitas pendidikan untuk mencegah dampak kesehatan dan lingkungan.

“Bukankah ini menyalahi aturan tata ruang? Bagaimana izin bisa keluar?” tanya salah seorang tokoh masyarakat penuh heran.

Warga Merasa Terganggu

Keluhan warga makin nyata ketika bau limbah kerap tercium, terutama pada pagi dan malam hari. Narti, warga yang rumahnya tepat di sebelah pabrik, menyindir getir:
“Kami merasakan segarnya udara yang kami hirup sejak beberapa bulan ini.”

Sindiran itu mencerminkan keresahan masyarakat yang merasa hak atas lingkungan sehat mulai terampas.

Respons Pemerintah dan Organisasi Pers

Camat Singingi, Saparman, mengaku berterima kasih atas informasi yang disampaikan masyarakat dan media. Ia berjanji akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menyelidiki persoalan ini lebih lanjut.

Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Kuansing, Rusman Antagana, menegaskan dugaan manipulasi izin tidak boleh dibiarkan.
“Jika benar ada manipulasi izin lingkungan, ini pelanggaran serius yang harus diusut tuntas. Perusahaan wajib bertanggung jawab, dan pemerintah tidak boleh tinggal diam,” tegasnya.

Pandangan DPRD Kuansing

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kuansing, Fedrios Gusni, menyampaikan bahwa kehadiran perusahaan seringkali memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Selama ini belum ada laporan resmi dari masyarakat terkait dugaan polusi dari limbah dimaksud,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, pendirian perusahaan tentu melalui kesepakatan awal dengan masyarakat. “Jangan dilupakan, berdirinya perusahaan itu ada persetujuan masyarakat. Jadi, mari kita lihat persoalan ini secara jernih,” katanya.

Pernyataan ini justru menambah kerumitan: apakah benar ada persetujuan masyarakat, atau justru ada manipulasi dokumen di balik proses perizinan?

Tiga Pertanyaan Utama

Dari berbagai keterangan, muncul tiga pertanyaan mendasar yang perlu dijawab secara transparan:

  1. Apakah PKS PT PCS benar-benar memiliki izin lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) yang sah?

  2. Mengapa pabrik bisa berdiri sangat dekat dengan permukiman dan sekolah, yang berpotensi melanggar tata ruang?

  3. Apakah tanda tangan daftar hadir pertemuan biasa dimanipulasi menjadi bukti persetujuan masyarakat?

Penutup

Kasus PKS PT PCS di Logas Hilir menunjukkan bahwa persoalan lingkungan tidak pernah berdiri sendiri. Ia kerap berkelindan dengan konflik sosial, tata ruang, hingga dugaan pelanggaran hukum. Bau menyengat hanyalah gejala. Di baliknya, ada persoalan yang lebih mendasar: hak masyarakat atas lingkungan sehat, integritas proses perizinan, serta komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan. (Rusman)