Pekanbaru — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau menggelar Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup(PDLH) ke-VII di Fox Hotel, Jalan Riau, Kamis (23/10). Agenda ini menjadi ruang refleksi dan konsolidasi gerakan lingkungan dengan mengusung tema “Transformasi Gerakan Keadilan Ekologis untuk Memulihkan Riau.”

Tema tersebut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk meneguhkan peran dalam memulihkan lingkungan Riau melalui prinsip keadilan dan keberlanjutan.

Dalam kegiatan seminar publik, Suryadi dari Lembaga Advokasi dan Lingkungan Hidup hadir sebagai narasumber dengan materi berjudul “Riau dalam Transisi Energi untuk Keadilan Iklim dan Pelestarian Ekosistem.” Acara dipandu oleh Barra Pertama.

Pjs Direktur Eksekutif WALHI Riau, Ahlul Fadli, dalam paparannya menyoroti persoalan pencemaran sungai akibat aktivitas tambang di Desa Batu Ampar, Kabupaten Indragiri Hilir. Ia menyebut, dampak aktivitas tambang tersebut telah menyebabkan krisis air dan kerusakan pada ekosistem sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

“Kami sempat mengundang Gubernur Riau, namun hanya didisposisikan ke Dinas LHK Provinsi dan tidak bisa hadir hingga acara dimulai. Dalam kegiatan ini, kami menghadirkan langsung masyarakat Batu Ampar untuk menyampaikan bagaimana aktivitas tambang menyebabkan sungai rusak, air menjadi langka, dan warga hidup dalam ketakutan akibat penggunaan bahan peledak,” ujar Ahlul.

Ia menambahkan, perlu dilakukan kajian ulang terhadap izin aktivitas tambang, khususnya penggunaan peledakan (blasting) yang dinilai mengganggu kehidupan warga sekitar.

“Kami akan memastikan kembali status izin penggunaan bahan peledak tersebut, apakah sudah dicabut atau belum. Hal ini penting agar aktivitas berisiko serupa tidak kembali terjadi,” tegasnya.

Selain kasus Batu Ampar, WALHI Riau juga menyoroti persoalan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sumatra Ruang Lestari (SRL) di Pulau Rupat. Meski izinnya belum dicabut, WALHI Riau telah mengajukan usulan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI agar Pulau Rupat dijadikan kawasan konservasi.

Pada agenda kedua, WALHI Riau meluncurkan laporan penelitian bertajuk “Ada Noda di Bajumu: Rangkaian Dosa Ekologis Perusahaan HTI di Tanah Riau,” hasil kajian mendalam oleh Susanto Kurniawan di Pulau Rangsang dan Pulau Rupat.

Acara dibuka secara resmi oleh Direktur Nasional WALHI, Boy Jerry Evan Sembiring, didampingi Dewan Nasional WALHI, Rustandi Adriansyah.

PDLH ke-VII ini juga akan menjadi forum penting untuk memilih Direktur Eksekutif WALHI Riau periode selanjutnya. Pemilihan akan dilakukan oleh lembaga anggota WALHI Riau yang memiliki hak memilih dan dipilih, setelah penyampaian laporan pertanggungjawaban pengurus periode sebelumnya.

“Tahapan seleksi calon sudah dilakukan sejak awal, dan proses pemilihan akan menjadi bagian penting dari regenerasi kepemimpinan gerakan lingkungan di Riau,” tutup Ahlul.