Cirebon, Jawa Barat — Suara dentuman keras disertai getaran yang mengguncang pintu dan jendela rumah warga membuat masyarakat Cirebon panik pada Minggu (5/10/2025) petang. Belakangan diketahui, sumber suara tersebut berasal dari sebuah meteor berdiameter 3–5 meter yang melintas di langit Kuningan dan Cirebon sebelum jatuh di Laut Jawa.

Sekitar pukul 18.30 WIB, Marzuki, warga Desa Pangenan, Kecamatan Pangenan, tengah mengajar anak-anak mengaji di musala ketika dentuman keras terdengar.
Tiba-tiba dentuman keras, seperti suara ban truk meledak. Pintu dan jendela sampai bergetar. Anak-anak yang sedang mengaji berhamburan keluar dan berteriak. Saya juga kaget,” ujar Marzuki kepada wartawan.

Warga sempat mengira getaran itu akibat gempa bumi, namun tidak lama kemudian diketahui bahwa fenomena tersebut disebabkan oleh meteor yang jatuh di laut.
“Awalnya dikira gempa, tapi ternyata meteor. Tidak ada perubahan di laut, tidak ada pasang surut mendadak,” tambahnya.

Kesaksian serupa disampaikan Husein, warga Desa Gumulung Lebak, Kecamatan Greged, Cirebon. Meski berada sekitar 27 kilometer dari Pangenan, ia juga mendengar suara ledakan keras dan gemuruh yang membuat keluarganya panik.
Suaranya kencang dan bergemuruh. Semua panik, mengira gempa bumi. Ada keluarga yang sampai bersembunyi di bawah ranjang,” kata Husein.

Analisis Ahli: Meteor Berukuran 3–5 Meter

Thomas Djamaluddin, peneliti astronomi dan astrofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memperkirakan meteor yang jatuh di Laut Jawa memiliki diameter sekitar 3–5 meter. Analisis ini didasarkan pada intensitas suara dentuman dan getaran yang terdeteksi oleh sensor BMKG.

Melihat kasus di Cirebon yang bisa mencapai permukaan dan ada efek kejutnya, materialnya kemungkinan batu yang tidak rapuh,” ujar Thomas.

Meteor ini lebih kecil dibandingkan dengan meteor yang pernah meledak di Bone, Sulawesi Selatan (2009) dan Chelyabinsk, Rusia (2013). Meteor Bone, berdiameter 10 meter, meledak dengan kekuatan setara 50 kiloton TNT, atau tiga kali ledakan bom atom di Hiroshima.
Sementara meteor Chelyabinsk yang berdiameter 17 meter menyebabkan lebih dari 1.000 orang cedera akibat gelombang kejut.

Potensi Bahaya Jika Jatuh di Daratan

Thomas menjelaskan, jika meteor berukuran 3–5 meter seperti di Cirebon jatuh di permukiman padat, dampaknya bisa cukup besar.
Kedalamannya bisa mencapai lima meter dan dapat menimbulkan gelombang kejut yang merusak bangunan di sekitarnya,” katanya.

Namun, karena meteor tersebut jatuh di laut, tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan fisik.

Tidak Terkait Hujan Meteor

BRIN menegaskan, meteor yang melintasi Cirebon tidak terkait dengan fenomena “hujan meteor” yang rutin terjadi dan bisa diprediksi, seperti Draconid (8 Oktober), Taurid Selatan (10 Oktober), Delta Augurid (11 Oktober), Epsilon Geminid (18 Oktober), dan Orionid (21 Oktober).

Tidak ada kaitannya. Hujan meteor berasal dari debu sisa komet, sedangkan meteor ini batuan besar yang datang secara acak,” jelas Thomas.

Belum Bisa Dideteksi

Baik BRIN maupun BMKG mengakui belum memiliki alat untuk memantau pergerakan benda langit yang masuk ke atmosfer Indonesia.
Kami belum memiliki instrumen untuk mendeteksi benda langit seperti meteor,” kata Muhammad Syaiful Fuad, Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi BMKG Kertajati.

Fenomena Langka, Tanpa Korban

Peristiwa meteor Cirebon menjadi pengingat akan dinamika alam semesta yang bisa terjadi kapan saja. Meski menimbulkan kepanikan dan getaran yang dirasakan hingga puluhan kilometer, meteor tersebut tidak menyebabkan kerusakan maupun korban karena jatuh di perairan.

“Alhamdulillah tidak ada apa-apa, cuma kaget saja,” tutup Marzuki dengan lega.