Muara Rnim – Penambangan Tanpa Izin (PETI) atau Tambang Batubara ilegal yang beroperasi di Kecamatan Lawang Kidul, Kecamatan Tanjung Agung dalam, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan diduga masih terus beroperasi walaupun kegiatan itu merupakan perbuatan melawan hukum.

Aktivitas PETI ini bukan cuma sudah menyepelehkan peraturan perundang – undangan dan merusak lingkungan alam namun juga sudah banyak memakan banyak korban jiwa. Aktivitas yang diduga ilegal ini jelas saja sudah mendatangkan banyak pertanyaan dari masyarakat Kabupaten Muara Enim, mengapa aktivitas PETI terus dibiarkan.

Salah satu warga inisial AR, kepada media menuturkan bahwa PETI atau lebih populer pertambangan batu bara ilegal sudah nyata tanpa izin serta merusak lingkungan sekitar tambang, kenapa pihak berwenang sepertinya tutup mata.

Baca : Kapolres Langkat Sukses Atasi Arus Lalulintas Mudik, MAKI Sumut Berikan Apresiasi

”PETI itu penambangan tanpa izin yang tidak ada reklamasi pasca tambang,” ungkap aktivis yang namanya minta di inisialkan.

Selain itu, lanjut dia, PETI itu tidak ada membayar pajak resmi ke negara, tidak ada kemasukan untuk negara, yang ada hanya untuk mengisi kantong oknum-oknum yang terlibat dalam PETI itu sendiri. Bahkan sambung dia, aktvitas PETI itu juga tidak mengurangi pengangguran secara signifikan. Dalam hal ini negara sudah sangat dirugikan oleh aktivitas tambang batubara tanpa izin tersebut.

”Yang jelas PETI itu penambangan tanpa izin, merupakan perbuatan melawan hukum, melanggar undang-undang minerba, ada ancaman pidana dan perdatanya,” tegas Pemerhati di Kabupaten Muara Enim ini.

”Namun anehnya, walaupun ada ancaman hukuman, pertambangan batubara ilegal jalan terus, secara terang terangan, tanpa ada rasa takut para pelakunya, terkesan ada yang membekingi, ” cetusnya.

Baca juga : Putra Daerah Terjegal Jadi Calon Pilkades Hatapang, Diduga Ada Politik Busuk dan Panitia Lakukan Kecurangan

Dituturkannya, “lagi aktivitas PETI itu memang nampak membuat perubahan kehidupan masyarakat sekitar lebih baik pada saat ini. Namun mereka tidak menyadari bahwa lingkungan bukan cuma untuk kehidupan saat ini, tapi juga perlu untuk di wariskan kepada anak cucu nantinya. Apa yang bakal terjadi Pasca aktivitas pertambangan batubara tanpa izin (PETI) itu nantinya.”

Dikatakan AR lagi bahwa PETI itu tidak memiliki izin amdal. Jadi sudah dipastikan tidak ada kontrol dan pengawasan terhadap damoak dan pencemaran lingkungan, baik darat maupun air akbat dampak kegiatan PETI itu.

”Yang namanya Penambangan tanpa izin tidak ada pihak-pihak yang betanggung jawab, tidak ada pengawasan terkait dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan tambang itu, dimana ada batubara digali, diambil, diangkut, dijual, begitulah prakteknya dari hari ke hari, sedangkan masalah kerusakan lingkungan mereka tidak peduli,” ungkap dia.

Baca juga : Mengawali Kerja, Plh. Bupati Silaturahmi dan Konsolidasi ke Forkopimda

”Aktivitas PETI ini memang sering dirazia, namun itu terkesan hanya seremoni belaka. sebuah aksi tanpa hasil, PETI tetap jalan terus tanpa tindakan yang berarti,” terang AR.

”Padahal kegiatan PETI itu sudah jelas melanggar undang-undang tentang pertambangan, undang-undang tentang lingkungan hidup, juga tindak pidana illegal mining yang menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Juga pada Pasal 109 UUPPLH mengatakan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah),” pungkas AR. (Tim)