Salah satu elemen kekuatan poltik di Indonesia adalah Militer atau TNI. Militer adalah sebuah organisasi pertahanan, dengan kekuatan militer setiap negara ingin bebas dari bentuk ancaman yang dapat mengganggu eksistensi negaranya.
Sebagai kalangan yang ikut berperan dalam proses pencapaian kemerdekaan di Indonesia, TNI adalah aktor yang sangat dibutuhkan baik dalam pertahanan maupun sistem perpolitikan Indonesia. Mentalitas umum Tentara Indonesia sebelum maupun setelah kemerdekaan adalah berperan langsung dalam perpolitikan.
Harold Crouch mencatat ‘’Dalam masa revolusi tahun1945-1949, Tentara terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dimana tindakan politik dan militer saling menjalin’’.
Munculnya Militer maupun TNI di panggung politik, sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang, berpangkal dari lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan unsur-unsur kehidupan masyarakat.
Peran Militer dalam kehidupan politik masih sangat dominan, meski kepala Negara orang Sipil, maka Militer tetap akan mengendalikan kehidupan politik di suatu Negara.
Fakta bahwa Militer merupakan kekuatan yang menentukan dalam jagat perpolitikan kita adalah realitas yang tidak bisa ditolak siapapun. Salah satu buktinya adalah kejatuhan presiden Soekarno karena berseberangan dengan Militer, sehingga Jenderal Soeharto menggantikannya, dan Jenderal Soeharto pun jatuh karna Militer menarik dukungan darinya.
Oleh sebab itu, menjadi persoalan adalah masih kuatnya budaya Militer dalam jagat perpolitikan bangsa, ditandai dengan kecenderungan menguatnya penyelesaian masalah dengan mengandalkan otot ketimbang nalar.
Kita melihat proses persoalan peranan dan keterlibatan Militer maupun TNI dalam konteks dunia politik adalah awal mula keberagaman proses politik di Indonesia dimana Militer menjadi ornamen politik yang diperhitungkan.
Perwujudan peran Militer dalam Aktor Kekuatan Politik Indonesia telah melewati perjalanan panjang, dan keterlibatan Militer dalam politik senantiasa mengalami pasang surut. Militer yang masuk kedalam dunia politik didasari oleh banyak faktor pendukung. Secara kultur yang dibangun dalam dunia Militer memang menjadikan setiap perwira Militer memiliki keunggulan yang dapat di katakan melebihi kualitas sipil.
Dalam konteks mewujudkan Militer yang mempunyai profesionalisme tinggi di bidangnya pada era modern seperti sekarang ini, model Liberal Norddlinger patut diapresiasi oleh semua komponen negara sebagai pilihan yang terbaik. Hubungan Sipil-militer yang ideal, tentunya kembali pada profesionalisme-nya, dimana Militer mengemban tugas utamanya menjaga Kedaulatan Negara, Pertahanan, dan Keamanan, yang tidak mencampuri urusan atau wilayah Politik Sipil.
Lemahnya Institusi negara yang dikelola oleh politisi sipil menjadikan Militer mudah masuk kedalam arena politik. Apalagi jika berkaitan dengan negosiasi transisi politik, politisi sipil tidak memiliki posisi tawar yang kuat dengan militer. Pada gilirannya otoritas politik yang ada, parlemen dan kekuatan partai politik yang semestinya mampu mengoreksi seluruh watak dan sepak terjang Militer dan malah bersekutu dengan Militer.
Militer saat ini tidak menyumbang secara signifikan terhadap konsolidasi Demokrasi Indonesia. Hal ini terjadi karena Militer tidak mau dikoreksi, di sisi lain lemahnya posisi politik elit sipil yang berkuasa, baik di parlemen maupun eksekutif.
Dengan demikin posisi Militer atau Angkatan bersenjata merupakan sebuah institusi yang sah atau lazim dalam sebuah organisasi yang bernama negara, dimana mempunyai kewajiban berkaitan dengan perlindungan negara, demi memproteksi masyarakat dari ancaman fisik.