Sukabumi – Nasib malang sebut saja Bungga (bukan nama sebenarnya) usia 9 tahun duduk di bangku sekolah kelas 3 SD menjadi korban pencabulan kakek berusia 67 tahun. Bukannya mendapat perlindungan dari orang tua, akan tetapi ibu kandung dan ayah tiri tega berdamai dengan pelaku pencabulan yang sebelunnya telah dilaporkan ke Polresta Sukabumi dengan Perantara seorang Kepala Desa (Kades). Oknum kades memberikan uang tunai Rp. 15.000.000,- kepada ayah tiri korban dengan perjanjian pencabutan perkara. Hal ini di ungkapkan oleh adik pelaku yang namanya minta di rahasiakan didampingi Divisi Perlindungan Anak LSM Bareta Indonesia.
Aktivis LSM dikecamatan Kadudampit Luki tersebut sangat mengutuk dan geram dengan pelaku yang seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal akan perbuatannya, malah dibebaskan dengan bermodalkan dan memberikan nominal uang Rp 25.000.000, dan semuanya beres. Lebih anehnya ada oknum kepala desa yang menjadi makelar kasus (Markus) pencabulan anak dibawah umur atau Pedofil.
Sumber mengatakan, “uang diserahkan Rp 25 Juta Kepada Kades, tapi bukti yang bisa dilihat tertulis disurat perjanjian dan photo penyerahan uang, Kades hanya menyerahkan Rp 15 Juta kepada orang tua Korban. Naaah…, pertanyaannya uang yang Rp 10 juta lagi kemana sehingga kami mencurigai bukan menuduh,
jangan-jangan uang yang Rp 10 juta tersebut untuk makelar kasus atau pedofil yang sedang ramai di perbincangkan warga tersebut,” ungkapnya.
Polres Tuban Tumbuhkan Kesadaran Hukum Sejak Usia Dini Melalui Program Polsanak
Luki menjelaskan bahwanya pun melakukan Investigasi dan Konfirmasi kepada pihak Korban dan Keluarganya, “menurut keterangan dari keluarga korban sebelumnya, pihak keluarga korban didatangi beberapa kali oleh pelaku dan keluarganya ber-inisial Ttg, yang juga sengaja membawa oknum anggota Polisi yang katanya bertugas di salah satu Polsek Polresta Sukabumi serta didampingi seorang yang mengaku Ustadz dari daerah Cikiray,” ucap Luki.
Kasus ini sebelumnya pernah di beritakan oleh media online di daerah tersebut, namun kasus tersebut berujung damai dengan uang Rp. 15 juta rupiah. Dan lebih miris lagi ada keterlibatan oknum Kepala Desa sebagai pemimpin di desanya tega yang diduga menjadi markus dengan bayaran Rp. 10 juta.
Deketahui modus pencabulan dengan mengiming-imingi korban dengan memberikan uang Rp.5000,- jika sianak mau di pegang payudara dan kemaluannya. Diduga juga pelaku sudah sering melakukan perbuatannya ini kepada anak-anak saat ingin pergi atau pulang sekolah saat pelaku berkebun.
Pengadaan dan Pendistribusian Logistik Pilkades Labura Menuai Sorotan
Ayah tiri korban AA saat dikomfirmasi menerangkan, “sebelumnya telah dilaporkan ke Unit PPA Polres Sukabumi Kota pada pertengahan puasa lalu. Namun belum sempat ada penindakan terhadap pelaku, kasus berakhir pada pencabutan laporan yang difasilitasi kepala desa setempat dengan surat kesepakatan bersama di rumah kepala desa,” ucap Luki menuturkan hasil komfirmasi dengan ayah korban.
Djunaidi Tanjung Ketua Utum Bareta Indonesia sekaligus Gugus Tugas Perlindungan Anak geram dengan keterangan Kanit PPA yang memasukan Kasus ini kedalam KONSEP RESTORATIVE JUSTICE, yang menyebabkan pelaku bisa bebas. Tanjung pun mencoba berkordinasi dengan Kanit PPA Polda Jabar yang langsung diterima AKP Elis dan Memberikan Pemahaman dan Petunjuk yang mana Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Konsep Restorative Justice adalah tentang peradilan anak.
“Keadilan Restoratif adalah Penyelesaian Perkara Tindak Pidana dengan melibatkan Pelaku, Korban Keluarga Pelaku/Korban dan Pihak lain yang terkait bersama-sama mencari Penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali, terkecuali dilakukan berulang-ulang,” terang Kanit AKP Elis.
Sejumlah Anggota Polresta Surabaya Jalani Tes Urine Mendadak
Namun menurut Tanjung dan Luki kasus ini ada kejanggalan, “dasar Kanit bisa Cabut Perkara Kasus pencabulan ini apa?, dan langsung kasusnya berhenti tanpa SP3, sementara belum diproses, sudah dicabut. Kami menduga adanya koorporasi jahat sejumlah oknum yang terlibat dalam kasus ini,” ujar tanjung.
Tanjung menambahkan, “dalam pembikinan surat kesepakatan bersamapun terindikasi sengaja di rekayasa, tertera alamat dan nomor ponsel yang tertera juga di manipulasi. Alamat rumah pelaku yang saya tau tidak jauh dari rumah korban, tetapi di surat kesepakatan rumah pelaku beralamatkan kecamatan Sukaraja. Dan nomor ponsel yang tertera di surat perjanjian itu bukan nomor ponsel pelaku atau keluarga pelaku, tetapi yang kami tau itu nomor ponsel Kepala Desa Sukamanis,” tandas Tanjung. (Red*/PPRI/Joeng)
1 Komentar
Komentar ditutup.